Sains, Dulu Primadona, Kini Ditinggalkan?
yakangedu.com - Penurunan Minat Siswa terhadap Sains - Dulu, waktu kita kecil, jadi ilmuwan itu kayak cita-cita keren sejuta umat. Siapa sih yang nggak pengen jadi astronot, penemu robot, atau profesor jenius kayak di film? Tapi sekarang, sains mulai kehilangan pesonanya. Kelas IPA sering kali sepi peminat, eksperimen di laboratorium lebih banyak nganggur, dan anak-anak lebih tertarik jadi Youtuber atau gamer profesional. Memangnya sains udah nggak sekeren itu ya?
Mari kita ulik bareng-bareng. Bukan buat nyalahin siapa-siapa, tapi buat cari tahu: apa yang bikin sains jadi kurang menarik, dan gimana caranya bikin dia bersinar lagi?
Data Nggak Pernah Bohong: Minat Sains Memang Menurun
Kalau cuma katanya sih bisa bias. Tapi data? Nggak bisa ngibul. Berdasarkan laporan PISA (Programme for International Student Assessment) terbaru, skor literasi sains siswa Indonesia masih di bawah rata-rata OECD. Bahkan, minat siswa untuk melanjutkan studi di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) cenderung menurun tiap tahun.
Sebuah survei dari Kemdikbudristek juga menunjukkan hal yang mirip: hanya sekitar 30% siswa SMA yang memilih jurusan IPA, dan dari jumlah itu, hanya sebagian kecil yang benar-benar tertarik secara pribadi, sisanya karena "disuruh orang tua" atau "biar gampang masuk kuliah nanti".
Infografis menariknya gini nih:
60% siswa merasa pelajaran sains terlalu sulit dan membosankan
45% guru IPA merasa kesulitan mengaitkan materi dengan kehidupan nyata
Hanya 15% siswa yang punya role model ilmuwan favorit
Antara Bosan, Bingung, dan Tidak Relevan
Kita turun ke lapangan yuk. Kita tanya langsung ke mereka yang terlibat.
"Pelajaran sains kayaknya jauh dari kehidupan gue, kayak belajar hal yang nggak bakal kepake gitu. Kenapa harus ngitung gaya gesek kalau yang gesek perasaanku tiap malam?" (Dito, siswa SMA kelas XI)
"Saya tahu pentingnya sains, tapi jujur saya pun bingung kadang harus mulai dari mana ngajarnya. Buku teksnya kaku banget. Anak-anak sekarang lebih tertarik video TikTok daripada diagram sel." - Bu Yani, guru biologi
"Zaman dulu ilmuwan itu kayak pahlawan, sekarang kayak nggak ada yang dibahas selain selebgram. Anak saya aja nggak tahu siapa itu B.J. Habibie." - Pak Anton, orang tua siswa
Dan dari sisi pakar:
"Penurunan ini bukan cuma soal pelajaran yang susah, tapi karena sains kehilangan konteks. Kita ajarkan teori, tapi lupa menjelaskan 'kenapa ini penting untuk hidupmu'." - Dr. Wiwit Suryanto, Dosen Fisika UGM
Kenapa Bisa Gitu? Yuk Gali Lebih Dalam
Sains nggak kehilangan nilainya, tapi cara kita memperkenalkannya yang makin usang. Ini beberapa penyebab utama:
Role model yang minim: Anak-anak sekarang lebih kenal YouTuber daripada ilmuwan. Nggak ada tokoh lokal yang tampil keren dengan embel-embel 'ilmuwan Indonesia'.
Pembelajaran kaku dan textbook banget: Materi sains sering diajarkan kayak hafalan Alkitab, bukan sebagai petualangan logika.
Kurang praktik, terlalu teori: Banyak sekolah nggak punya lab yang memadai, jadi belajar sains kayak nonton film tanpa pernah nyentuh kameranya.
Pengaruh media digital: Dunia digital menawarkan hiburan instan, sedangkan sains butuh proses dan kesabaran.
Kurangnya relasi dengan dunia nyata: Anak-anak nggak bisa melihat keterkaitan antara rumus Newton dan main skateboard, antara hukum Archimedes dan berenang di kolam.
Sains jadi kayak mantan yang pernah indah, tapi sekarang nggak nyambung.
Solusi yang Bukan Sekadar Omongan
Udah saatnya kita berhenti bilang “minat menurun” doang. Yuk kita pikirin bareng apa yang bisa dilakukan:
1. Bikin Pembelajaran Sains Jadi Lebih Kontekstual
Hubungkan sains dengan kehidupan nyata. Misalnya, jelaskan hukum termodinamika lewat fenomena masak mi instan, atau pelajaran gaya bisa disisipkan lewat TikTok challenge melempar bola.
2. Kenalkan Ilmuwan Lokal Sebagai Superhero
Ceritakan kisah inspiratif ilmuwan Indonesia kayak Prof. Khoirul Anwar atau B.J. Habibie, dengan gaya storytelling ala Marvel.
3. Aktifkan Lab Sekolah dan Buat Mini Eksperimen
Nggak harus mahal. Eksperimen sederhana kayak membuat gunung meletus dari soda dan baking soda bisa jadi momen "aha!" yang bikin sains terasa nyata.
4. Kolaborasi dengan Dunia Digital
Ajak content creator edukatif berkolaborasi dengan sekolah atau guru. Platform seperti YouTube, Instagram, bahkan TikTok bisa jadi senjata ampuh buat menyampaikan konsep sains.
5. Pelatihan Guru agar Lebih Kreatif
Guru adalah ujung tombak. Jika gurunya kaku, siswanya pasti lesu. Pelatihan yang interaktif dan menyenangkan bisa bantu guru jadi fasilitator, bukan sekadar penyampai materi.
Karena Mata Juga Butuh Makanan
Infografis bisa membantu pembaca memahami data dan solusi. Misalnya:
Diagram penyebab turunnya minat siswa
Grafik tren minat IPA 10 tahun terakhir
Ilustrasi roadmap solusi pemulihan minat sains
Visualisasi ini seperti saus pada mie goreng memperkaya rasa dan bikin pembaca pengen nambah.
Masih Ada Harapan, Asal Kita Bergerak
Sains bukan sekadar kumpulan rumus dan teori. Ia adalah cara kita memahami semesta, bertanya dengan penasaran, dan menjawab dengan logika. Anak-anak kita layak untuk jatuh cinta lagi dengan sains tapi cinta nggak datang sendiri, harus diusahakan.
Jadi, pertanyaannya sekarang:
Kalau kita tahu masalahnya, maukah kita jadi bagian dari solusinya?
Sebarkan artikel ini, ajak teman-teman berdiskusi, dan tulis di kolom komentar: Apa hal paling menyenangkan yang pernah kamu alami saat belajar sains?
Mari kita bikin sains jadi keren lagi. Bukan karena wajib, tapi karena memang menyenangkan - (ye)**
0Comments